Keadaanku di Perantauan



Ini adalah lanjutan dari kisahku (Soebowo) yang berjudul "Dengan berat hati kutinggalkan kampung halamanku” (http://bowodulbendho.blogspot.com/2012/11/aku-terpaksa-meninggalkan-kampung.html)


Kini
aku telah jauh dari  orang tua, merantau demi mencapai cita-cita dan ingin melanjutkan sekolah di kota Bandung. Pada saat itu saya berfikir bahwa hidup diperantauan itu serba mudah, serba mewah. Tapi dalam kenyataanya, jadi perantau itu membutuhkan perjuangan yang amat sangat berat dan sangat panjang.  Ini terbukti, cita-citaku untuk melanjutkan sekolah akhirnya kandas setelah aku melihat keadaan kakakku yang berniat membiayai sekolahku, ternyata masih hidup dalam keadaan pas-pasan.

Melihat keadaan kakakku yang sudah berkeluarga dan masih dalam keadaan merangkak di perantauan, akhhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah agar tidak  menambah beban buat keluarga kakakku. Keputusanku sudah bulat, Walapun hanya bermodalkan ijazah SMP aku harus tetap  bisa bertahan hidup di perantauan. Aku harus mencari kerja, aku tidak mau lagi menjadi beban mereka.

Tak terasa tiga bulan sudah aku mencari kerja, mencari kesana kemari masih belum diterima, kadang aku berfikir begitu kejamnya dunia ini, aku berasal dari keluarga yang cukup susah, ternyata belum berakhir sampai disini, aku masih harus merasakan pahitnya kehidupan, Tapi aku harus tetap tegar menghadapinya. Aku selalu ingat dengan niat awalku, aku pergi dari kampung halamanku, ingin menggapai cita, merubah nasib, dan membahagiakan orang tua.

Tuhan berkendak lain, tantangan hidup di perantauan satu demi satu akhirnya berhasil aku lewati. Meski kadang terasa berat, namun aku bertekad menghadapi realita hidup yang sudah menjadi tekad dan pilihanku. Dengan semangat dan kesabaran, akhirnya  aku mendapatkan pekerjaan juga. Aku bekerja di sebuah perusahaan Textile yang cukup besar di kota Bandung.

Dari sinilah aku mulai mandiri, berpisah dari kakakku, tinggal di kamar kos, berpindah-pindah, meniti karier, perjalanan yang cukup panjang, dengan berjalan tertatih-tatih dari pertama masuk menjadi pekerja kasar sampai akhirnya aku terangkat menjadi tehnisi, dari hidupku yang tadinya masih sendiri sampai akhirya aku menemukan pendamping hidup.

Menjalani hidup di perantauan, tentu tidak mudah, namun juga tidak berarti harus cepat menyerah melawan keadaan. Enam belas tahun sudah aku bekerja di perusahaan itu, telah banyak pula yang aku dapatkan, baik ilmu, pengalaman, bahkan jodoh. dua belas tahun sudah usia pernikahanku dengan istriku, Dengan karunia dua anak yang sangat lucu-lucu.

Juni 2005, inilah akhir dari karierku di perusahaan texstile yang telah aku jalani selama 16 tahun,aku tidak dikehendaki lagi bekerja di perusahaan itu karena aku di anggap terlalu kritis. Bermula dari tekanan demi tekanan terhadap karyawan, akhirnya munculah perlawanan. Gugatanku telah di menangkan oleh pengadilan tinggi Bandung, pnyimpangan demi penyimpangan telah diluruskan, tapi aku diminta mengundurkan diri dari perusahaan.

Alhamdulillah,..ternyata Tuhan maha adil,Tuhan maha tahu, Tuhan maha pemurah, semua niat baiku terbalas dengan selang waktu yang tidak terlalu lama.


Setelah aku kena PHK, aku tak lagi punya niat kembali bekerja di perusahaan apapun. Dengan modal uang pesangon itulah akhirnya aku berinisiatif usaha sendiri yang masih berjalan sampai sekarang, dan  aku telah berhasil menyekolahkan anakku hingga ke Perguruan Tinggi.

Bagaimana keadaanku selanjutnya? Apa sebenarya jenis usahaku? Bagaimana aku bisa menjalankan usaha dengan modal pendidikan yang sangat rendah? Jangan lupa baca kisah selanjutnya, yang berjudul "keberhasilanku tak lepas dari usaha kerasku" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.